memberi ilustrasi yang baik dalam merekonstruksi sejarah punk di
Amerika dan Inggris. Ia membagi tujuh periode punk di Amerika dan
Inggris berdasarkan
. Karya Thompson ini sangat baik menguraikan dinamika
ekonomi-politik pergerakan punk bersama segi estetika komunitas di
Amerika dan Inggris.
Sementara Legs Mcneil dan Gillian Mcain dalam buku mereka Please Kill Me, The Uncensored Oral History of Punk (1997), melakukan kompilasi wawancara sejarah lisan (oral history)
mengenai punk mulai dari era 1967 sampai dengan 1992. Mereka melakukan
wawancara dengan lebih dari seratus pelaku di komunitas punk Amerika dan
Inggris. Mulai dari Mariah Acquair mantan pekerja di bar CBGB, Malcolm
Mclaren manajer band Sex Pistols, Joe Ramone dan seluruh personil band
The Ramones sampai dengan Andy Warhol designer grafis aliran “pop”.
Salah satu buku punk lain yang terpenting ditulis oleh Craig O’Hara
dengan karyanya “Philosophy of Punk” (1997) yang memberikan pemahaman mendasar mengenai punk sebagai sebuah counter culture.
Dinamika perkembangan komunitas punk di Jakarta sebagai sebuah counter culture tidak terlepas dari hubungan yang terjalin dengan komunitas counter culture punk di Barat. Perkembangan gerakan counter culture
terjalin melalui hubungan saling-silang pertukaran ide, pengaruh dan
inspirasi secara transmitif dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
Seperti ditulis Dan Joy (2004), hubungan antar kelompok counter culture dari masyarakat yang berbeda bisa terbentuk melalui kontak langsung, mediasi, dan resonansi.
Untuk memahami komunitas punk Jakarta,
penjabaran dari waktu ke waktu diperlukan. Pembabakan diperlukan agar
sejarah dengan dimensi waktunya yang bersifat diakronik dan berhadapan
dengan batas dimensi ruang yang bersifat sinkronik bisa dipahami,
sehingga memungkinkan penelurusan lebih mendalam secara sosiologis.
Para pelaku komunitas punk dapat dilihat
melalui individu (orang-perorang) dan kelompok (secara kolektif)
seperti band atau geng (tongkrongan). Selanjutnya, meminjam Stacey
Thompson, pelaku dalam komunitas punk secara historis dipengaruhi oleh
empat unsur utama di dalam counter culture punk, yaitu a)
musik, b) fashion (busana), c) tongkrongan dan d) pergerakan
(pemikiran). Keempat unsur ini hadir di dalam komunitas punk tidak pada
saat bersamaan.
Akhir tahun 1980-an: Periode Pra-Punk Jakarta
Pada periode ini, deklarasi eksistensial
akan adanya komunitas Punk Jakarta secara individual maupun kelompok
belum dapat ditemukan. Tidak mengherankan karena, seperti ditulis Wendi
Putranto (2004), genre musik yang sedang berkembang pada periode akhir
1980-an itu adalah genre musik thrash metal. Roxx, Adaptor,
Mortus, Sucker Head, Painfull Death, Rotor adalah beberapa band tanah
air yang penting yang ada pada era ini. Wendi Putranto juga mencatat
bahwa eksistensi scene musik thrash metal ini tidak terlepas
dari pentingnya keberadaan Pid Pub sebagai tempat pertunjukan musik yang
terletak di pertokoan Plaza Pondok Indah di Jakarta Selatan. Uniknya,
Pid Pub sebagai lokus interaksi para pelaku musik secara tidak langsung
juga menciptakan pra kondisi bagi lahirnya generasi punk pertama di
Jakarta. Banyak diantara penggemar-penonton musik thrash metal di Pid Pub yang kemudian menjadi pionir-pionir berdirinya generasi punk pertama di Jakarta.
Beri, vokalis Anti Septic - band punk
berpengaruh di kalangan komunitas punk Jakarta, menuturkan pada saya
bahwa di masa SMA ia kerap hadir pada acara-acara yang berlangsung di
Pid Pub. Di sanalah Beri bertemu dengan Acid, juga seorang penggemar
musik metal . Mereka berdua inilah yang nantinya membentuk salah satu
band pionir generasi pertama punk di ibukota.
Fashion sebagai salah satu elemen
penting di komunitas punk sudah dapat ditemukan pada periode pra- punk
ini. Dandanan punk dengan menggunakan jaket ala The Ramone sudah
terlihat. Kehadiran punk di era tahun 1980-an juga terlihat pada film ”Menggapai Matahari”
dengan pemeran utama Rhoma Irama. Dalam film itu punk digambarkan
sebagai kelompok yang berperilaku deviatif. Pada salah satu bagian film,
yaitu ketika Rhoma Irama manggung, terdapat figuran sekumpulan anak
punk yang menghancurkan tempat pertunjukkan sebagai perusuh.
Menjelang akhir periode 1980-an terdapat
peristiwa-peristiwa penting yang menandai proses terbentuknya generasi
punk pertama di Jakarta. Muncul individu-individu yang dapat dicatat
sebagai pionir. Nama-nama seperti Feri Blok M, Dayan The Stupid, dan
Udet dari Young Offender hadir sebagai aktor-aktor awal generasi punk
pertama, tentu bersama banyak nama lain.
Beri, misalnya, bertemu dengan Feri Punk
dengan tongkrongannya di daerah Blok M. Di dalam kelompok tongkrongan
inilah Beri untuk pertama kalinya mengetahui band punk Inggris Sex
Pistols dan D.O.A, sebuah band crossover-punk. Taba, salah seorang
pendiri Young Offender, mengaku pada saya bahwa dari Udet-lah ia
’berkenalan’ dan memahami punk.
Pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan generasi pertama punk mungkin datang dari Dayan, dengan
bandnya The Stupid. The Stupid sendiri acap kali disebut sebagai band
pertama di Jakarta yang membawakan musik punk di sekitar akhir tahun
1989. Sosok Dayan dan The Stupid setidaknya cukup berpengaruh bagi aktor
seperti Eko Idiots, Beri Anti Septic, Aca Answer, dan beberapa nama
lainnya.
Eko Idiots mengutarakan kesannya mengenai Dayan dan The Stupid pada saya:
“…dulu ada band sebelum adanya Young
Offender, namanya The Stupid. Itu terkenal banget vokalisnya namanya
Dayan. Dia ada di setiap acara metal, dari tahun 89 acara metal udah
booming kan!? Itu punk udah ada. Dulu tuh The Stupid itu kalo main, kalo
dibilang gue nge-punk, itu gue ngeliat The Stupid. Gue ngeliat dia
maen, dia udah nge-punk banget, gaya-gayanya, dia udah Sex Pistols
banget. Malah mereka bikin baju waktu itu bukan Sex Pistols, ex pistol.
Mereka udah pake kalung rantai…”
Sedangkan Beri memberikan kesaksian terhadap Dayan dan The Stupid begini:
“…iya The Stupid, dulu gua sempet
nonton. Dia cuman maen sekali doang. Asal, bawain hardcore-punk
aja…Tahun 91. eh taun 90, di SMA 6…hem, gak sih kalo gua bilang. Dia tuh
gak terkesan punk gitu. Jadi itu band Stupid itu yah, walaupun dia gak
pernah klaim (bahwa dia punk), bukan maksudnya Stupid itu gua bilang
bukan band sih. Seasonan doang. seasonan sekali maen, bubar itu doang,
pernah maen bubar itu doang. Pernah maen di SMA 6. jadi, waktu Roxx band
maen, sebelum Roxx band maen tuh diserobot, tau gak lu….iya, jadi Roxx
band belum maen nih. Lagi nyetem-nyetem, tau-tau gitarnya diambil,
bass-nya diambil, mereka nyerobot maen dua lagu-atau tiga lagu gitu.
Tapi asal-asalan gitu, kayak model-model sekarang nih model-model
crustylah…hahaha. Ya kayak begitu gitu, nah itu bikin gua kaget juga di
situ… Oh iya itu juga sih, yang agak-agak mempengaruhi gua juga sih,
mereka The Stupid. Jadi gua bikin band tuh, agak-agak bukan gua pengen
kayak Stupid ye. Tapi gua ngeliat personalnya mereka. Kayaknya asik
aja...”
The Stupid, band season yang terbentuk dari scene Pid Pub, beranggotakan Glen, Dayan dan Ari sang drummer band Roxx. The Stupid merupakan salah satu kelompok di scene Pid Pub yang berorientasi musik crossover hardcore/punk, selain thrash
metal. Terlepas dari kontroversi tahun eksistensi dan seberapa lama
mereka ada, tidak dapat dipungkiri Dayan dan The Stupid merupakan aktor
yang berpengaruh bagi lahirnya generasi punk Jakarta pertama. Begitulah.
Seperti amuba yang memecah sel tubuh untuk berkembang biak, maka dari
tubuh scene thrash metal mulai mengeluarkan embrio-embrio bagi terbentuknya sebuah sel yang nantinya menjadi komunitas punk.
Lahirnya Generasi Punk Pertama (1989/90 – 1995)
Membicarakan generasi
punk pertama di Jakarta tidak terlepas dari beberapa aktor yang
tergabung di dalam kelompok seperti Anti Septic, Young Offender (Y.O),
South Sex (S.S) dan South Primitive (S.P). Pada periode 89/90-1995 ini
Anti Septic dan Young Offender merupakan kelompok yang memiliki pengaruh
besar terhadap dinamika komunitas punk ini.
Anti Septic dapat dikatakan sebagai band
punk pertama Jakarta. Setidaknya ini dapat dilihat dari keterlibatan
Beri di Pid Pub, dan keterlibatan Anti Septic di acara musik scene thrash metal di tahun 1990 yang diadakan oleh MOTOR (Morbid Trasher Organization).
Sedangkan Young Offender merupakan
kelompok tongkrongan (kolektif) pertama di Jakarta. Selain itu, Young
Offender juga dapat dikatakan sebagai kelompok pertama pengorganisasi
acara musik khusus punk.
Terbentuknya Anti Septic tidak terlepas
dari persahabatan yang terjalin diantara Beri dan Acid. Di awal tahun
1990, Beri bertemu kembali dengan Acid di sebuah acara musik di Institut
Kesenian Jakarta (IKJ). Waktu itu, Acid (gitar/vokal) bersama Codot
(bass) dan Gandung (drum) yang bergabung dalam band Dickhead tampil di
situ. Dickhead membawakan lagu-lagu dari kelompok punk Barat yang
legendaris, Misfit dan Exploited. Saat Dickhead membawakan lagu ”Fucking U.S.A”
dari Exploited, Acid lupa lirik lagu yang dibawakannya itu. Akhirnya,
Acid meminta penonton untuk membantu dia menyanyikan lagu itu.
Beri yang berada diantara penonton naik keatas panggung, menyanyikan lagu ”Fucking U.S.A.”
bersama dengan Dickhead. Selesai manggung, Acid menghampiri Beri,
mengajaknya untuk membentuk band baru. Anti Septic terbentuklah sebagai
band punk pertama dan sejarah generasi pertama mulai terukir. Berbeda
dari Dickhead atau the Stupid yang sifatnya seasonal, Anti Septic secara
konsisten mengibarkan bendera punk.
Panggung pertama Anti Septic adalah di
Gelanggang Remaja Bulungan Jakarta Selatan dalam acara MOTOR (Morbid
Thrasher Organization). Di sana, penonton yang didominasi musik thrash
metal mentertawakan mereka, karena musik yang mereka mainkan berbeda
dengan trend. Selain itu, penampilan personil Anti Septic dengan
potongan plontos amat kontras dengan mayoritas pecinta musik thrash. Aksi panggung Septic yang melompat-lompat dan melakukan stage diving
juga menjadi bahan tertawaan. Aksi pertama Septic ini hanya didukung
oleh sekitar 12 orang penonton yang ikut bernyanyi dan melakukan slam dancing di depan panggung.
Peristiwa penting terjadi setahun
kemudian saat Anti Septic bermain di Granada (Graha Purna Yudha) dalam
acara Rock and Rhytm. Ketika itu, formasi Septic sudah berubah. Pemain
bass, Codot, mengundurkan diri dan digantikan oleh Lukman Buluk. Lukman
Buluk pada tahun 1990 merupakan 1 dari 12 orang yang menonton Septic di
acara MOTOR di GOR Bulungan itu.
Tanpa diduga oleh Beri dan Acid, para
penonton yang mendukung mereka bertambah besar jumlahnya. Sebelum
pertunjukkan di Granada ini mereka biasanya hanya di dukung paling
banyak 30 penonton. Di Granada, untuk pertama kalinya, Septic bermain
dihadapan lebih dari 100 penonton. Ternyata penampilan mereka di Granada
sudah ditunggu-tunggu oleh penonton para pencinta musik crossover punk ini. Acara musik menjadi kisruh, para pendukung Septic melakukan slam dancing dan moshing.
Acara pun berubah menjadi arena lempar bangku. Panitia acara meminta
Septic berhenti bermain. Namun mereka menolak, penonton pun meminta
mereka meneruskan bermain satu lagu. Peristiwa ini menjadi momen penting
menandakan bahwa komunitas punk mulai tumbuh.
Pada tahun 1992 terdapat sebuah klub di
bilangan Pancoran-Gatot Subroto bernama Black Hole. Tempat ini sering
didatangi oleh anak-anak metal Jakarta. Beri sendiri sering menghadiri
acara-acara di klub tersebut. Musik-musik yang dimainkan di Black Hole
terutama adalah Nirvana, Pearl Jam, dan Jane’s Addiction sampai dengan
musik progresif. Di klub inilah untuk untuk pertama kalinya Beri bertemu
dengan segerombolan anak punk dengan dandanan ala Sex Pistols dan The
Exploited.
Black Hole menjadi saksi sejarah
terbentuknya kelompok tongkrongan punk Jakarta pertama. Gerombolan yang
diidentifikasi oleh Beri tersebut adalah anggota Young Offender. Young
Offender dengan rambut spiky hair dan mohawk-nya
memulai eksistensi mereka dengan mengisi acara di Black Hole.
Submission, salah satu band di bawah payung kelompok Young Offender,
dengan Ondy sebagai vokalisnya, menjadi band tetap di sana. Mereka
membawakan lagu-lagu band-band Inggris mulai dari Sex Pistols, The
Exploited, GBH dan Blitz. Maka, tahun 1992 ini mencatat lahirnya dua
kelompok berpengaruh di periode generasi pertama punk Jakarta: Anti
Septic sebagai band punk pertama dan Young Offender sebagai
kelompok-tongkrongan punk pertama di Jakarta.
Young Offender terbentuk pada tanggal 30
September 1992. Berdirinya Young Offender tidak terlepas dari dua nama
penting, Ondy dan Taba. Ondy dan Taba pertama berkenalan saat mereka
bertemu di IKJ. Mereka saling mengidentifikasi melalui kaos yang mereka
gunakan. Taba yang waktu itu menggunakan kaos Black Flag “Fuck the
Police” (nama band punk yang dimotori Sting itu) menarik perhatian Ondy.
Perkenalan pun terjadi. Tempat tinggal Ondy berada di daerah Slamet
Riadi. Sedangkan Taba bersekolah di SMA 68, yang kebetulan berdekatan
dengan tempat Ondy tinggal. Mereka akhirnya sering bertemu di daerah
Slamet Riadi.
Setelah sering bertemu, Ondy dan Taba
bersepakat untuk membentuk kelompok punk Young Offender. Nama Young
Ofender diambil dari kaset Punk Disorderly untuk merepresentasikan
semangat anak muda yang membangkang, seperti yang dituturkan oleh Taba
kepada saya:
”ada satu nama young offender itu
mewakili anak-anak muda terus dengan sikapnya yang yang berantakan gitu.
Kita pilih tag line dengan nama itu karena di beberapa majalah luar
yang kita liat juga, kosmologi anak muda untuk punk rock itu lebih
diangkat dibandingkan orang-orang yang punya umur waktu itu. Nah, kita
pilih dengan nama young. Terus ada satu lagi, kalo lo liat
1928, Young Java, Young Sumatra yang kayak gitu itu merupakan
bentuk-bentuk pergerakan. Kita gak mengklaim kita diri kita punya suatu
politis itu, kita gak berkaitan gitu yah. Cuman, sebagai suatu apa,
filosofi gerakan anak muda dinyatakan dengan young kemudian kelakuan
yang anarkis itu dengan offender kayak gitu”.
Young Offender dibentuk berdasarkan
ketertarikan dengan punk rock dan keinginan mereka untuk
mengorganisirnya menjadi sesuatu yang dapat mereka lakoni. Selain itu,
secara sendiri-sendiri mereka mengalami kesulitan untuk keluar dengan
menggunakan atribut punk, karena masyarakat melihat mereka dengan aneh.
Sering mereka harus menghadapi ejekan “woi ayam jago” oleh masyarakat.
Perkelahian dengan masyarakat awam serta preman kerap terjadi. Membentuk
sebuah kelompok menjadi alternatif untuk melindungi diri sendiri.
Dengan resiko besar seperti perkelahian,
Young Offender memutuskan untuk menerapkan kaderisasi bagi anak-anak
baru yang bergabung dengan kelompok mereka. Kaderisasi berlangsung
ketat, seperti Ospek penerimaan mahasiswa baru. Selain itu, mereka
secara eksklusif membatasi peredaran kaset atau literatur mengenai punk.
Tujuannya agar tidak tejadi kesalahpahaman anggota-anggota Young
Offender terhadap filosofi punk itu sendiri.
Kegiatan kelompok ini berpusat di daerah
Slamet Riadi, maka mereka dikenal sebagai SLAMER. Beberapa kegiatan
mereka lakukan. Misalnya membuat live band, mendirikan Slamer Production untuk mengorganisir acara, dan melakukan march. March merupakan tradisi Young Offender melakukan parade keliling Jakarta dengan berjalan kaki atau naik bis. Sebelum march, mereka bersiap-siap dengan menggunakan dandanan punk mulai dari rambut mohawk, spiky hair,
rantai dipakai sebagai kalung, peniti sampai dengan sepatu boots.
Kegiatan march mereka biasanya berakhir di stasiun Dukuh Atas untuk
minum-minum bir dan nongkrong.
Submision merupakan live band
pertama yang terbentuk di bawah payung Young Offender. Band ini
didirikan oleh Ondy, Sandi, Feri dan Levi (gitaris band The Fly). Acara
pertama yang diadakan oleh Young Offender adalah acara di klub Black
Hole. Setelah Submission, di dalam kelompok Young Offender terbentuk
band-band seperti: Pistol Aer, The Explosion, Sex Pispot, The Pogo,
Wonder Gel dan Punk Tat. Pistol Aer di tahun 1993 dengan memainkan
lagu-lagu Sex Pistols seperti “God Save the Quen” menjadi salah satu band berpengaruh di era generasi punk pertama di Jakarta.
Scene Black Hole hanya dapat bertahan
selama tahun 1992. Bulan-bulan akhir tahun 1992 menandai pergantian
tempat acara musik punk ke Hotspot (pije-pije) Pub&Café. Seruan
pamflet yang tersebar di seluruh Jakarta mendorong penggemar musik punk
mendatangi tempat ini untuk meramaikan dan menyaksikan acara punk yang
dapat dikatakan besar (pada era tersebut). Hotspot disesaki oleh para
punks yang ingin menyaksikan band-band lokal. Acara di tempat ini
biasanya berlangsung malam Jumat, dari pukul 8 malam sampai dengan 1
dini hari dengan harga tiket 7000 ribu rupiah + soft drink.
Sebuah kelompok payung punk lain, South
Sex, pada era Hotspot ini mulai terlihat, dengan Idiots sebagai salah
satu bandnya. Belakangan, South Sex tumbuh menjadi salah satu
kelompok-tongkrongan punk yang berpengaruh. Selama setahun lebih Hotspot
menjadi penanda eksistensi komunitas punk Jakarta generasi pertama.
Akhir tahun 1993 atau awal tahun 1994 menjadi masa terakhir bagi
keberadaan Hotspot sebagai tempat acara. Di tahun itu, pada sebuah hari
minggu, di pelataran stadion mini Lebak Bulus terjadi perkelahian antara
anggota kelompok punk dengan preman sekitar. Peristiwa ini
mengakibatkan acara musik khusus punk yang diadakan oleh komunitas punk
menghilang beberapa waktu lamanya.
Dinamika Generasi Pertama Punk Jakarta
Lahirnya generasi pertama punk Jakarta
tidak terlepas dari peran sosialisasi beserta media yang terdapat di
dalamnya. Ada beberapa jenis hubungan yang terjadi di dalam periode
generasi pertama ini. Udet, salah satu orang yang berpengaruh di Young
Offender, menjalin interaksi langsung dengan komunitas punk di Amerika.
Selain itu ada beberapa individu yang pernah ke luar negeri. Mereka ini
mendapatkan sumber-sumber punk seperti literatur, kaset, majalah dan
aksesoris. Individu-individu ini dapat dikategorikan sebagai mereka yang
mengalami indirect contact dengan punk luar negeri melalui media seperti karya, rekaman dan legenda.
Ondy pergi keluar negeri dan mendapatkan
koleksi-koleksi piringan hitam dan CD terutama genre industrial. Dengan
koleksi-koleksi yang dimiliki Ondi dan Dedi, Udet menjalin hubungan
pertemanan dan saling tukar-menukar koleksi-koleksi punk. Selain itu,
ada Evi seorang perempuan yang memiliki band Punk Tat yang pernah
tinggal di Jerman. Dari pengalamannya tinggal di sana, Evi mendapatkan
literatur dan kaset band punk Jerman.
Melalui toko-toko kaset klasik seperti Duta Suara di Jalan Sabang, generasi punk pertama ini mendapatkan akses mediated contact
melalui kaset karya-karya punk luar negeri. Feri dengan kelompok
punk-nya menghabiskan waktunya di daerah yang belakangan menjadi Blok M
Plaza yang berseberangan dengan toko kaset Duta Audio. Selain kaset, ada
majalah skate board seperti Trasher yang di dalamnya memuat iklan-iklan
kaset dan kaos-kaos band punk Amerika seperti Black Flag, Minor Threat,
Desecendant dan Dead Kennedys.
Bagi Anti Septic, band-band punk Amerika
seperti Dead Kennedys, Black Flag adalah sumber inspirasi. Pengaruh
band Amerika ini juga terlihat pada gaya fashion Anti Septic
yang mengikuti band-band tersebut: kaos, sepatu vans, kepala botak dan
rambut cepak. Sedangkan Young Offender mengikuti band-band Inggris,
seperti The Sex Pistols, Exploited, band-band yang berada di kompilasi
Punk and Disorderly seperti The Blitz, Exploited, Abrasive Weel, The
Insane, The Mob, dan chaos UK.
Young Offender merupakan kelompok yang
pertama tampil sebagai punk dengan gaya dandananmohawk, spiky hair,
kalung rantai dan sepatu boots. Hal penting yang perlu dikemukakan bahwa
komunitas yang didominasi oleh laki-laki ini tidak mutlak hanya
dijalani oleh laki-laki. Evi dengan bandnya Punk Tat dikenal sebagai
band punk perempuan pertama. Selain itu terdapat Wonder Gel, band
beranggotakan perempuan yang bergabung dengan kelompok Young Offender.
Interaksi yang berlangsung diantara
sesama punk pada periode generasi pertama ini memiliki beberapa ciri
khas. Pertama, ada arus pertukaran kaset yang intensif. Fenomena ini
dapat dilihat sebagai tape syndicate (sindikasi kaset), dimana
proses tukar-menukar kaset terjadi diantara mereka. Kedua, melalui
kaos-kaos yang dikenakan, seorang individu punk dapat mengidentifikasi
individu punk lainnya. ”Bahasa Kaos” sebagai identitas punk mendorong
mereka untuk saling berkenalan. Ketiga, band-band punk generasi pertama
masih membawakan lagu-lagu dari band-band luar negeri yang mempengaruhi
mereka.
Tahun 1994 mencatat banyaknya perubahan.
Setelah kejadian perkelahian diantara anak punk dengan preman di daerah
Lebak Bulus, acara-acara musik khusus punk perlahan menurun dan
menghilang. Manari, sebuah klub di daerah Gatot Subroto, sempat menjadi
alternatif tempat bagi band-band punk bermain musik. Alternatif lain
untuk bermain musik adalah dengan tampil pada acara-acara yang diadakan
oleh SMA seperti SMA 82 (Kresikars), Pangudi Luhur (PL Fair), SMA 6
(Pamsos) dan universitas-universitas seperti UNAS, Jayabaya, Gunadarma
dan ITI.
Perubahan yang memberikan pengaruh besar
terhadap keberadaan komunitas punk terjadi saat Young Offender
mengalami krisis eksistensial. Setidaknya terdapat tiga faktor yang
mendorong terjadinya perubahan di dalam tubuh Young Offender. Pertama,
perubahan genre musik yang dibawakan oleh live band yang tergabung dalam
kelompok ini. Ondi dengan Submission-nya mulai membawakan lagu-lagu
dari Jane’s Addiction dan lagu band industrial seperti Nine Inch Nail (NIN) dan Ministry.
Sedangkan Pestol Aer, yang sebelumnya mendominasi panggung dengan
lagu-lagu dari Sex Pistols, mengubah genre musik mereka menjadi genre
musik britpop dengan meng-cover lagu-lagu dari Oasis. Perubahan
jenis genre musik Young Offender ini, terutama Pestol Aer, berdampak
pada munculnya komunitas dan scene baru, yaitu Britpop dengan
band-band seperti Chapter 69 dan Rumah Sakit. Di lain pihak, perubahan
ini mendorong hilangnya pengaruh Young Offender sebagai kelompok yang
mendominasi generasi punk pertama di Jakarta.
Perubahan kedua yang dialami Young
Offender adalah terjerumusnya beberapa anggotanya dalam penggunaan
obat-obat terlarang. Banyak diantara mereka yang mengalami over
dosis dan mempengaruhi kesolidan kelompok ini. Ketiga, kaderisasi ketat
dilakukan Young Offender justru mendorong mereka yang bersimpati dan
ingin bergabung malah meninggalkan mereka dan membentuk kelompok punk
sendiri. Perlahan tapi pasti, dominasi Young Offender menghilang.
Perubahan ini menciptakan stagnasi di
tengah komunitas punk di Jakarta. Momentum transisi muncul ketika pada
tahun 1995 diadakan sebuah acara punk besar yang bertempat di Auditorium
Gelanggang Olah Raga (GOR) Bulungan Jakarta Selatan. Setiap punk yang
haus akan acara datang untuk meramaikan acara ini.
Acara di GOR Bulungan ini diorganisir
oleh South Sex dengan nama ”Apresiasi Musik dan Seni”. Band-band yang
bermain adalah The Idiots, Anti Septic, Explosion, The Pogo, Kardus TV
dan masih banyak lagi. Proses transisi terpicu dan South Sex menciptakan
momentum bagi bergeraknya sejarah punk menuju periode yang sebelumnya
tidak pernah terpikirkan oleh generasi sebelumnya.
Periode Kedua: Terbentuknya Fondasi Ekonomi Punk Jakarta (1996-2001)
Sejarah komunitas
Jakarta Punk memasuki periode baru dengan berbagai macam kompleksitas
dan dinamikanya tersendiri. Tempat pertunjukkan baru bermunculan. Poster
Cafe di daerah Gatot Subroto dan Harley Davidson Cafe di daerah Pulo
Mas menjadi tempat acara yang dapat bertahan cukup lama. Selama tahun
1996 – 2001 ini juga terdapat beberapa tempat pertunjukan musik punk di
Jakarta seperti GOR Rawa Kambing, Universitas Mercu Buana, Bengkel
Bekas, Auditorium Menpora Senayan, Tanah Kosong Brimob Ciputat, UNISMA
Bekasi, Auditorium Bulungan, GOR Bendungan Hilir, GOR Pondok Kelapa Kali
Malang, GOR Cengkareng, Universitas Budi Luhur. Namun semuanya tidak
dapat bertahan lama.
Poster Cafe merupakan tempat yang paling
lama bertahan dari tahun 1996 sampai dengan 1999. Poster Cafe, yang
berada tepat di Museum Satria Mandala dengan kapasitas 2000 orang,
berpuluh-puluh kali menjadi saksi bisu bagi perkembangan periode kedua
sejarah punk di Jakarta.
Eksistensi Poster tercatat bermula pada
29 September 1996 dengan acara pertama bertema ”Underground Session”,
sebuah acara dua mingguan yang tidak hanya diisipunk, tetapi juga berisi
berbagai genre musik. Seperti ditulis oleh Wendi Putranto, 10 Maret
1999 menjadi hari kematian Poster Cafe untuk selama-lamanya. Untuk
terakhir kalinya diadakan acara musik ”Subnormal Revolution” yang
berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar.
Kerusuhan ini menghancurkan beberapa mobil, memaksa aparat kepolisian
dalam membubarkan massa.
Setelah surutnya Young Offender, di
daerah Jakarta Timur-Utara-Pusat muncul kelompok yang cukup berpengaruh
seperti Subnormal dengan band-band-nya seperti Army Style dan 142 Chaos.
Juga muncul kelompok Sid Gank dengan band-nya seperti RGB dan Pinokio.
Subnormal dan Sid Gank menjadi pelopor bagi berlangsungnya acara-acara
di Harley Davidson Cafe. Cafe yang berkapasitas kurang lebih 200 orang
ini memiliki kelebihan yang dapat digunakan pada siang hari ataupun
malam hari. Tidak berlangsung lama, tempat acara dipindahkan di lapangan
parkir tepat di halaman belakang Cafe. Harley Davidson juga menjadi
tempat bagi awal berkembangnya komunitas hardcore dan skinheads di Jakarta.
Perkembangan skinhead di Indonesia secara khusus diteliti oleh Dina Indrasafitri dalam penelitian antropologisnya Sejarah Perkembangan Subkultur Skinhead
Serta Keberadaannya di Indonesia: Studi Terhadap Kelompok Distro
Warriors Jakarta (2005). Sebuah bagian penting dalam studi ini adalah
catatan atas kehadiran Uti, seorang yang diklaim sebagai skinhead
pertama di Indonesia. Uti mendapatkan pengetahuan skinhead dari
pengalamannya tinggal di luar negeri. Seperti dicatat oleh Dina
Indrasafitri, Uti kemudian berinteraksi dengan sekelompok anak punk
yaitu ”anak pejaten” yang nantinya menjadi salah satu kelompok pionir
komunitas skinhead di Jakarta. Proses sejarah ini menjadi penting karena keterkaitan historis diantara punk dan skinhead begitu kuat.
Dinamika dalam Periode Kedua Punk Jakarta
Runtuhnya dominasi
kelompok Young Offender mendorong terjadinya desentralisasi kekuatan di
komunitas Jakarta Punk. Konfigurasi aktor-aktor di komunitas punk
mengalami perubahan mendasar. Dari setiap penjuru Jakarta bermunculan
kelompok-kelompok tongkrongan punk mulai dari Subnormal, Sid Gank di
Jakarta Timur dan Utara; Slumber, Neo Epileptions dan Meruya Barmy Army
di daerah Jakarta Selatan, Swlindle Revolution di daerah Ciputat,
Miracle di Ciledug, PLN di daerah Blok M. Kelompok-kelompok tongkrongan
ini pada gilirannya melahirkan begitu banyak live band seperti
Army Style, RGB, 142 Chaos, Pinocio, Kremlin, Sunquist, Error Crew, Out
of Control, Spatistik, Sexy Pigs, Kaos Khaki dan masih banyak lagi.
Setelah acara GOR Bulungan di tahun 1995
yang saya bahas sebelumnya, intensitas interaksi diantara sesama
individual semakin besar. Ari Idiots sebagai salah satu saksi dan pelaku
sejarah menggambarkan proses tersebut pada saya begini:
”datang (ke acara) berdua besok-besoknya
lagi loe bakal datang ke acara berenam-berdelapan, emang nggak bisa
dipungkiri, acara-acara punk pada 95 dan seterusnya itu sampai 96, itu
memancing semua orang untuk membuat suatu jalinan pertemanan, akhirnya,
gua yang misalnya seorang individual datang ke acara punk begitu,
besok-besoknya gua pasti sudah nggak individual lagi, pasti gua
nongkrong dimana-mana. Jadi ibaratnya disitu benar-benar terjalin sebuah
tali pertemanan, semua orang bisa bikin acara-acara kolektif, pada saat
itu, berdasarkan gank-gank aja, anak SS bikin acara, anak Slumber bikin
acara, jadi berdasarkan tongkrongan-tongkrongan tersebut”
Hadirnya begitu banyak
kelompok-tongkrongan ini dapat dilihat sebagai era lahirnya gank-gank di
tengah komunitas punk. Salah satu faktor penting yang menyatukan
individu-invidu di dalam kelompok-tongkrongan adalah faktor daerah.
Individu-individu yang berasal dari daerah yang sama memiliki rute
perjalanan pergi-pulang menuju tempat acara yang sama. Hal ini mendorong
individu-individu tersebut saling kenal dan mempersatukan mereka.
Namun, salah satu dampak negatif dari terbentuknya gank-gank atau
kelompok-tongkrongan ini adalah sering terjadinya perkelahian.
Perkelahian sering terjadi di setiap acara musik punk akibat adanya
masalah-masalah interaksi dan kesalahpahaman yang memicu terjadinya
konflik.
Seiring dengan bertambah banyaknya
kelompok-tongkrongan di dalam komunitas punk Jakarta, media sosialisasi
musik punk juga mengalami perubahan yang signifikan. Di akhir tahun
95/96, komunitas punk di Jakarta mulai mengenal medium musik melalui compact disc
(CD). Duta Suara sebagai salah satu toko kaset klasik menyediakan CD-CD
punk yang sebelumnya tidak ditemukan. Mereka yang tertarik mengkonsumsi
CD biasanya berpatungan untuk mendapatkannya, dengan harga berkisar
diantara 40-50 ribu.
Ada juga cara lain untuk mendapatkan produk-produk punk dari luar negeri, yaitu mail order. Mail Order ini bersifat tradisional dengan cara mengirim surat dengan berisikan uang pesanan yang dibungkus oleh kertas karbon. Melalui mail order dan katalog-katalog pemesanan dari record label
musik punk luar negeri, komunitas punk Jakarta dapat menjangkau begitu
banyak band punk yang tidak pernah terdengar di periode sebelumnya. Record label dan katalog-katalog tersebut merupakan sesuatu yang begitu eksklusif bagi komunitas punk.
Di dalam komunitas punk Jakarta tanpa
disadari mulai terbentuk pembagian kerja, dimana terdapat
individu-individu tertentu yang menjalankan proses mail order tersebut
dan menjadi kolektor produk-produk band punk luar negeri. Keberadaan
individu-individu ini memainkan peranan penting bagi perkembangan
pengetahuan mengenai punk bagi komunitas punk Jakarta.
Melalui aktivitas mail order dan
pencarian informasi mengenai punk luar negeri, pengetahuan mengenai
dimensi politik dari musik punk pun terbentuk. Masuknya zine Profane
Existence dari Amerika ke komunitas punk Jakarta memberikan pengetahuan
mengenai pergerakan politik komunitas punk di luar negeri dengan
ideologi anarkisme.
Setidaknya terdapat dua pengaruh penting
setelah masuknya zine (majalah alternatif) ke tengah komunitas punk di
Jakarta. Pertama, masuknya unsur-unsur politik ke dalam perkembangan
sejarah komunitas punk Jakarta. Kedua, bertambahnya pengetahuan mengenai
kebutuhan akan sebuah media komunikasi antar sesama punk di Jakarta.
Media tersebut menjadi media informasi yang terlepas dari monopoli
informasi institusi media kapitalistik, seperti majalah musik HAI.
Komunitas punk Jakarta berusaha mempraktekkan kebutuhan baru di dalam
komunikasi-informasi dengan membuat zine-zine punk.
Ari Idiots merupakan salah satu aktor yang tergerak untuk menciptakan media alternatif ini. Ia bercerita pada saya:
”era-era 97 itu ngedorong gua membuat
sesuatu yang namanya zine, kalo gak salah gua juga dapat zine foto
kopian yang namanya Sika Apara dari Finland, dari si Jamal awalnya
pertama kali, ibaratnya zine yang bener-bener bentuknya kayak sampah
yang potong tempel, kemana-mana, gila-gila-an, hitam dan pekat, kecil
ukuran A5, itu ngedorong gua untuk wah keren juga nih bikin kayak gini,
emang sebelumnya dari kontak-kontak-an, order-orderan itu juga gua
ngejalanin…"
Selain masuknya informasi dan pengetahuan punk di luar negeri melalui mediated contact, pada saat yang bersamaan mulai terjalin hubungan direct contact dengan komunitas punk di luar negeri. Direct contact
berjalan melalui hubungan interaksi surat-menyurat dengan cara
tradisional menggunakan jasa kantor pos. Alamat-alamat band atau records
label punk luar negeri di dapat melalui zine seperti Profane Existence
tadi. Akhirnya, intensitas interaksi dengan punk luar negeri semakin
bertambah dengan merebaknya internet di Indonesia.
Pada pertengahan tahun 1990-an aliran anarcho
punk mulai masuk ke Indonesia. Band-band dari Skandinavia dibawah label
Distortion Records dan label Amerika seperti Havoc Records memberikan
warna dan dinamika baru di Jakarta. Musik hardcore punk dan crusty
mulai dimainkan oleh band-band anak punk di Jakarta. Hal penting yang
perlu diperhatikan adalah bahwa band-band membawakan lagu-lagu dengan
lirik-lirik yang secara lebih eksplisit mengandung nilai-nilai ideologi
anarkisme, seperti anti negara dan kapitalisme.
Lirik-lirik tersebut mulai dipahami oleh
komunitas punk di Jakarta. Diantara mereka terjadi sebuah proses dimana
diskusi mengenai politik dan ideologi-ideologi besar seperti
kapitalisme, komunisme, sosialisme, anarkisme dan yang lainnya semakin
sering dilakukan. Akibatnya, orientasi komunitas punk bergeser, dari
bentuk komunitas berdasarkan wilayah mengalami perubahan menjadi bentuk
kolektif yang terfokus pada diskusi mengenai kondisi sosial-politik
Indonesia. Kondisi sosial politik pra dan pasca reformasi 1998 juga
memberikan pengaruh yang signifikan bagi berkembangnya wacana ideologi
politik punk di Jakarta.
Masuknya Unsur Ekonomi-Politik Punk
Dinamika sejarah
komunitas punk Jakarta tidak terlepas dari pengaruh kondisi struktural
masyarakat Indonesia tempat mereka berada. Pengaruh kekuasaan
ekonomi-politik di dalam perjalanan sejarah komunitas punk memberikan
dampak bagi arah perubahan dan perkembangan komunitas ini. Ini dapat
terlihat dari proses kooptasi, komodifikasi dan penyerapan kebudayaan
oleh kapitalisme dengan perangkat institusinya seperti media.
Unsur-unsur politik memasuki komunitas
punk di saat secara bersamaan perubahan internal dan perubahan eksternal
bertemu dalam satu momen historis. Perubahan internal yang didorong
oleh masuknya Profane Existence serta band-band aliran crust, hardcore
punk dengan lirik-lirik politis mulai mengisi pengetahuan punk Jakarta.
Ia juga bersinggungan dengan kondisi sosial politik di era akhir tahun
1997 menjelang masa kejatuhan Soeharto. Wacana anarkisme pun sebenarnya
sudah hadir pada generasi pertama, misalnya melalui lagu ”Anarchy in the U.K.”
oleh Sex Pistols. Namun adanya lagu-lagu dengan lirik-lirik politis di
periode generasi pertama punk Jakarta belum dapat mendorong terbentuk
kesadaran politik.
Selain masalah tongkrongan atau batas
territorial, dalam studi antropologisnya Fransiska Titiwening (2001)
juga membahas permasalahan masuknya dimensi politik di dalam kehidupan
komunitas punk Jakarta. Kontestasi identitas punk antara punk politis vis-a-vis punk apolitis atau anarko punk vis-Ã -vis street
punk merupakan bagian dari dinamika komunitas Jakarta punk pada periode
1995-2001. Menurut Fransiska Titiwening, anarko punk sebagai punk yang
identik dengan pemikiran anarkis memiliki acuan batas identitas, dengan
kriteria masuk dalam keanggotaan kelompok militan politik ketika itu
Perhimpunan Rakyat Demokratik (PRD), ikut demo anti pemerintah, dan
diskusi politik.
Sedangkan street punk adalah sebutan
bagi ‘punk’ yang sering nongkrong di pinggir jalan dan tempat keramaian.
Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, kadang berpindah
tempat atau berkelana keluar kota.
Situasi politik yang memanas pada tahun
1998 membuat individu dalam komunitas punk merasakan relevansi di antara
literatur politis punk dengan realitas politik Indonesia. Persentuhan
punk dengan gerakan politik eksternal mulai terjadi disaat adanya
individu-individu punk yang menjadi mahasiswa dan bergabung dengan
gerakan mahasiswa di universitas tempat mereka belajar. Di luar kampus
banyak individu atau kelompok tongkrongan punk yang berafiliasi dengan
kelompok-kelompok pergerakan masyarakat sipil seperti Pergerakan Kaum
Miskin Kota, dan LSM-LSM lain yang bermunculan pada masa itu.
Pada saat yang bersamaan, kelompok
politik kiri PRD melakukan rekrutmen politik kepada kelompok-kelompok
punk di seluruh Indonesia. PRD dengan orientasi kader-kader politik anak
muda melihat komunitas underground seperti komunitas metal, komunitas
punk dan komunitas musik anak muda lainnya sebagai target rekrutmen.
Teknik PRD ini memiliki kemiripan dengan British National Party atau
National Front di Inggris yang menggunakan anak muda dan komunitas musik
sebagai lahan pengkaderan partai politik.
Akhirnya, tanpa menyadari dirinya
menjadi alat permainan politik, banyak individu atau kelompok punk yang
menjadi underbow kelompok-kelompok politik. Pada periode-periode
1998-2001 banyak individu-kelompok punk ikut dalam demo-demo di jalan
yang marak saat itu. Keterlibatan punk di tataran ini toh menghilang
beriringan dengan turunya suhu politik disaat memasuki era reformasi.
Ketidakjelasan eksistensi PRD dan kesadaran akan diperalatnya
individu-kelompok punk juga mematikan keterlibatan komunitas punk dalam
politik.
Infiltrasi yang dilakukan oleh kekuatan
eksternal komunitas punk seperti PRD dan kelompok kepentingan lainnya
sejatinya tidak berhasil menguasai keseluruhan komunitas punk Jakarta.
Bertahannya beberapa individu dan kelompok di dalam komunitas punk
Jakarta dari infiltrasi terutama didorong oleh kesadaran untuk lebih
fokus membangun komunitas punk itu sendiri. Dengan kata lain, pergerakan
internal punk yang hadir bersamaan dengan pergerakan politik eksternal
dapat meredam pengaruh dan usaha kooptasi dari luar komunitas.
Salah satu nilai yang mempengaruhi komunitas Punk Jakarta untuk tidak terlibat dengan politik praktis adalah slogan “party political bullshit”. Bagi mereka, partai politik adalah pembohong yang menyimpan agenda tersembunyi.
Selain itu, nilai-nilai Do it Yourself
(D.I.Y) sebagai bentuk resistensi dengan menciptakan produksi-produksi
alternatif menjadi pilihan yang diambil oleh sebagian besar
individu-kelompok di dalam komunitas ini. D.I.Y. merupakan metode yang
menawarkan bagi mereka yang ingin menjalankannya, menciptakan produksi,
dan menguasai alat produksi sendiri, terlepas dari dominasi penguasaan mode of production
oleh institusi yang dominan. Nilai ekonomi-politik yang terkandung di
dalam semangat D.I.Y ini menjadi landasan bagi proses perkembangan
sejarah komunitas punk Jakarta selanjutnya.
Semangat D.I.Y ini begitu kuat tertanam.
Peristiwa penting yang terjadi adalah keluarnya produk kaset karya
komunitas punk Bandung yang dikenal dengan kompilasi “Bandung Burning”
yang berisikan karya band-band punk komunitas Bandung. Pada tahun 1997,
sebuah komunitas hardcore Jakarta yaitu Locos mengeluarkan album
kompilasi “Walk Together Rock Together”. Album ini berisi karya band-band hardcore
seperti Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge, Front Side, Youth
Against Facism, Genocide, Secret Agent, Out of Step, dan Cryptical
Death.
Selain produksi musik melalui medium
kaset, Locos untuk pertama kalinya membuat zine yang berisikan biografi
band-band di dalam kelompok tersebut. Produk atau karya-karya tersebut
menginspirasikan komunitas punk Jakarta untuk merealisasikan semangat
D.I.Y. Akhirnya, mereka membuat karya kompilasi yang dikenal dengan
album “Still One Still Proud”, berisikan 13 band punk dari
Jakarta seperti the Idiots, Ina Subs, Dead Germ, Total Destroy,
MidHumans, SepticTank, Error Crew, Out Of Control, Kremlin, Overcast,
Sexy Pigs, Dislike dan Cryptical Death. Karya monumental ini dikeluarkan
oleh records label pertama di Jakarta yaitu Movement Records.
Tidak berhenti pada produksi kaset, kelompok-kelompok yang berada di
dalam komunitas Jakarta Punk mulai memproduksi zine dan menjalankan
usaha sablon untuk memproduksi kaos, emblem, pin dan produk-produk
lainnya. Memasuki tahun 1999-2001, hampir seluruh band di komunitas Punk
Jakarta melakukan rekaman musik dan memproduksi karyanya sendiri.
Perkembangan ini tanpa disadari telah menciptakan sebuah pasar
alternatif di dalam masyarakat punk. Jaring-jaring distribusi penjualan
karya-karya punk mulai terbentuk, tidak hanya di Jakarta. Jejaring ini
terbentang dari Bandung, Jogja, Malang, Surabaya, bahkan Malaysia dan
Singapura. Tidak terbayangkan bahwa komunitas Punk telah membangun
jaringan pasarnya tanpa dapat terdeteksi oleh industri musik besar.
Hadirnya kompilasi “Still One Still Proud”
juga menandai berakhirnya era gank-gank yang ada di Jakarta.
Kelompok-kelompok di dalam komunitas ini mulai menyadari arti penting
dari persatuan dan kebersamaan. Semangat sektarianisme yang mewakili
kelompok-kelompok tongkrongan punk di Jakarta mengalami perubahan.
Mereka menuju semangat persatuan di bawah satu cita-cita kebersamaan
yaitu “Jakarta Punks”.
Proses Transisi
Perkembangan baru
komunitas punk ini berpuncak pada tahun 2001. Semangat kebersamaan dan
persatuan yang di usung melalui slogan Jakarta Punks dimanifestasikan
melalui acara Jakarta Bersatu volume 1, yang diadakan pada bulan
Februari 2001. Jakarta Bersatu merupakan titik tolak penting bagi
terbentuknya kekuatan basis ekonomi politik di komunitas Jakarta.
Band-band yang bermain merupakan band-band yang setidaknya pernah
menciptakan karya-karya di dalam rekaman kaset. Kriteria ini menjadi
penting mengingat bahwa begitu banyak band yang muncul dan hilang begitu
saja tanpa memberikan kontribusi karya-karyanya. Acara ini sebenarnya
merupakan acara gabungan dengan genre musik hardcore dan skinhead dengan tujuan mempersatukan komunitas musik yang memiliki latar belakang sama.
Acara Jakarta Bersatu menandakan semakin
solidnya komunitas Jakarta Punk. Karena proses pembentukan basis
produksi ekonomi dan jaring-jaring distribusi telah berjalan membentuk
mekanisme pasarnya tersendiri. Acara ini juga memperlihatkan resistensi
melalui penolakan terhadap sponsor yang dianggap sebagai jerat
kapitalis. Acara yang dihadiri 5000 hingga 7000 penonton ini menjadi
bukti bahwa komunitas punk, hardcore dan skinhead
dapat mengorganisir acara dengan kapasitas besar, acara yang sebelumnya
hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan donasi sponsor institusi
besar.
Mereka yang memasuki komunitas punk pada
periode setelah masa transisi ini akan terbentuk kesadarannya untuk
menolak major label yang berasal dari industri musik besar.
Punk Jakarta Menuju Komunitas Internasional (2001-2006)
Setelah mengalami
proses transisi, Jakarta Punk berkembang menuju bentuk yang berbeda dari
periode sebelumnya. Pada periode ini, komunitas punk di Jakarta
mengalami intervensi dari kapitalisme melalui komodifikasi dan
penyerapan simbol-simbol punk menjadi sesuatu yang diproduksi secara
massal. Jika pada pergerakan punk periode kedua pihak industri budaya
masih mengganggap punk tidak mempunyai nilai jual tinggi, sekarang
mereka berpikir sebaliknya: punk di Indonesia (termasuk Jakarta) sudah
menjadi sasaran komodifikasi industri (Iskandar Zulqarnain, 2004).
Band seperti Superman Is Dead (SID, dari
Bali) menandatangi kontrak dengan perusahaan besar yaitu Sony Music
Indonesia. Setelah kejatuhan Soeharto, arus globalisasi begitu deras
merasuki komunitas punk Jakarta. Masuknya MTV melalui stasiun televisi
lokal seperti ANTV dan Global TV memberikan pengaruh besar terhadap
pembentukan wacana mengenai punk. MTV juga bekerja sama dengan MRA
company mendirikan majalah dan radio MTV Trax.
Selain kapitalisme, pengaruh internet
juga sedikit banyak mempengaruhi proses interaksi dan sosialisasi
komunitas punk di Jakarta. Generasi punk yang lahir pada periode ini
tidak banyak mengalami interaksi dan sosialisasi antar sesama punk.
Mereka mendapatkan informasi melalui internet dan media. Sebelumnya,
generasi punk di Jakarta mengenal band-band punk melalui proses
interaksi antar sesama. Sekarang, mereka yang menyatakan dirinya punk
hanya mengambil acuan identitas melalui media seperti MTV. Seperti
dicatat Iskandar Zulqarnain (2004), melalui MTV, band-band punk komersil
Barat, seperti Blink 182 dan Sum 41, masuk membentuk wacana baru
mengenai punk di Jakarta. MTV juga memberikan kesempatan bagi band-band
punk yang menginginkan masuk televisi untuk dapat menayangkan video
klipnya masing-masing. Band punk seperti SID dan Rockets Rockers
menyatakan dengan jujur bahwa mereka ingin mendapatkan kesejahteraan
lewat punk dengan sukarela melakukan sell-out menjual imej punk sebagai musik pembebasan demi uang (Iskandar Zulqarnain, 2004).
Di sisi lain, keberadaan internet toh
memberikan energi positif bagi berkembangan komunitas punk di Jakarta.
Melalui internet, hubungan direct contact dengan komunitas punk
luar negeri maju pesat. Indonesia dan Jakarta mulai dikenal oleh
komunitas punk dunia. Dengan sendirinya, komunitas punk Jakarta memasuki
tataran interaksi yang semakin luas. Komunitas Jakarta Punk untuk
pertama kalinya kedatangan kelompok band dari luar negeri, Wojcezh dari
Jerman. Wojcezh bermain di acara street gigs di depan Pasar Festival
Kuningan di Jakarta. Kehadiran Wojcezh di Jakarta merupakan hasil
kerjasama teman-teman dari Malaysia-Singapura dengan orang-orang di
komunitas Jakarta Punk.
Setelah Wojcezh, dari Jerman datang
beberapa band dari luar negeri untuk bermain di Indonesia. Band seperti
Battle of Disarm dan Power of Idea dari Jepang; Foco Protesta, Rambo
dari Amerika; Phist Crist dari Australia; Topsiturfi dari Singapura,
Second Combat band Hardcore dari Malaysia; Masseparation band Grindcore dari Malaysia, Young And Dangerous band Trashcore dari Malaysia, dan Cluster Bomb Unit band dari Jerman yang telah bermain di Jakarta sebanyak dua kali pada tahun 2005 dan 2006.
Kehadiran band-band luar negeri diatas
tidak menggunakan bantuan dari sponsor perusahaan-perusahaan donor,
seperti Djarum Super atau A Mild. Melalui kerjasama kolektif diantara
kelompok-kelompok punk Jakarta, band-band luar negeri tersebut dapat
bermain di Jakarta. Salah satu peristiwa penting adalah hadirnya band
legendaris the Exploited yang telah eksis di komunitas punk Inggris
sejak era 1980-an. Exploited hadir di Jakarta dalam tur Asia Tenggara.
Di Indonesia, Exploited mengadakan konser di tiga kota yaitu Jakarta,
Bandung dan Malang. Peristiwa lain yang menarik adalah konser yang
diadakan di Jakarta pada tanggal 10 Juni 2006 bertempat di Lapangan Bola
Cirendeu. Konser berjalan baik tanpa sponsor yang mendukung acara
tersebut.
Membaca Sejarah Komunitas Punk Jakarta
Keberadaan punk di
Indonesia, khususnya di Jakarta, hadir melalui sebuah proses historis.
Kenyataan ini jelas pertentangan dengan klaim yang melihat kehadiran
punk di Indonesia a historis dan tanpa dasar yang kuat. Hasil terpenting
dari rekonstruksi sejarah adalah ditemukannya periodisasi-periodisasi
di dalam sejarah keberadaan punk di Jakarta. Setiap periode memiliki
dinamika internal dan eksternalnya masing-masing. Di balik proses
sejarah ini terdapat kontradiksi-kontradiksi internal di dalam
perkembangan sejarah komunitas punk di kota Jakarta. Dengan kata lain,
dari kenyataan historis ini, penulis berusaha untuk memahami sejarah
komunitas punk secara kritis. Penulis setidaknya bisa mengidentifikasi
tiga refleksi kritis terhadap komunitas Punk Jakarta sebagai sebuah
gerakan counter culture:
Pertama, dari keempat periode sejarah
terlihat bahwa punk sebagai gerakan perlawanan menemukan bentuk
terbaiknya pada periode kedua. Namun, di sini pula terletak
permasalahannya. Bila komunitas punk merupakan gerakan counter culture,
maka konsistensi sikap politik komunitas punk Jakarta perlu
dipertanyakan. Punk sebagai gerakan politik dapat dibaca lebih karena
disebabkan oleh faktor infiltrasi gerakan PRD dan kondisi sosial-politik
tahun 1997-1999 yang memungkinkan bukan hanya anak punk saja yang
berpolitik atau berbicara politik, namun hampir semua orang di Jakarta
dapat berbicara politik. Apalagi kondisi ini didorong oleh arus
reformasi yang membuka kebebasan berbicara dan berekspresi. Kenyataan
sikap politik yang lemah dari komunitas punk Jakarta didukung oleh
menurunnya kerja-kerja ataupun pernyataan-pernyataan politik di dalam
tindakan keseharian individu-individu didalamnya.
Periode berikutnya yaitu periode III
mulai dari tahun 2001 sampai masa sekarang menunjukan secara perlahan
bahwa komunitas punk Jakarta mengalami proses depolitisasi seiring
dengan menurunnya aktifitas politik masyarakat pasca reformasi politik
di tahun 1997-2000. Artinya, komunitas punk Jakarta mengalami stagnasi
terhadap aktifitas politik riil. Dengan kata lain, komunitas punk
Jakarta terjebak kedalam situasi dan kondisi a politis di dalam sikap
dan tindakannya sebagai oposisi terhadap negara dan kapitalisme.
Kedua, perkembangan komunitas Punk
Jakarta saat inp (saat tulisan ini dibuat) mengalami kondisi yang
memprihatinkan. Banyak dari anggota komunitas punk Jakarta yang
bekerjasama dengan institusi-institusi kapitalisme yang sebelumnya
mereka klaim sebagai musuh mereka. Contoh peristiwa yang memicu
kontroversi adalah masuknya Marjinal, sebuah band punk yang tergabung di
dalam kelompok Taring Babi dari Jagakarsa-Depok, ke dalam liputan acara
Urban Reality Show di RCTI. Selain itu Kelompok Taring Babi dan
Marjinal juga terlibat sebagai figuran di dalam film Naga Bonar 2. Pada scene
upacara bendara di film tersebut kita dapat melihat beberapa anak punk
dari kelompok Taring Babi mengikuti upacara di film tersebut.
Hal ini menunjukan bahwa kesadaran
kolektif komunitas punk Jakarta melemah. Selain itu, kenyataan ini
menunjukan bahwa di dalam tubuh komunitas Punk Jakarta terdapat
fragmentasi-fragmentasi di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Perlu ditekankan bahwa penulis menyadari bahwa komunitas tersebut
sangat heterogen dan tidak berdiri secara monolitik.
Terakhir, punk secara ekonomi gagal
dalam memberikan alternatif atau perlawanan ekonomi terhadap sistem
kapitalisme. Bahkan kecendrungan mode of production yang
dilakukan komunitas punk Jakarta memiliki benih-benih akumulasi modal di
dalam kegiatan berproduksinya. Dengan kata lain, bila komunitas punk
Jakarta tidak menyadari dan melakukan refleksi kritis terhadap aktifitas
yang dilakukannya, maka tanpa disadari mode of production dari
komunitas punk Jakarta yang selama ini dijalankan akan bergerak menuju
hukum akumulasi kapital. Bila ini terjadi maka punk akan jatuh kedalam
kematian tragisnya.
Sumber : http://www.jakartabeat.net/musik/kanal-musik/ulasan/item/147-sejarah-komunitas-punk-jakarta-bagian-1-dari-4-tulisan.html#.ULS_7aDv3iQ