ABSTRAK
Artikel
ini hendak menjelaskan konvergensi telematika (telekomunikasi, media, dan
informatika) sebagai sebuah fenomena yang telah mengakibatkan terjadinya perubahan
dalam tatanan masyarakat yang menciptakan suatu masyarakat yang berorientasi
pada informasi (information society) dan mengakibatkan terjadinya
benturan paradigma hokum sehingga menciptakan paradigma hokum baru dalam sistem
hukum yang selama ini dianut di Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah
perubahan paradigma hukum seperti apa yang terjadi sebagai akibat adanya
fenomena konvergensi telematika. Tujuan yang hendak dicapai adalah mencoba
untuk menjelaskan bahwa proses konvergensi telematika yang saat ini terjadi
telah menciptakan terminologi-terminologi baru dalam hukum sehingga dari
munculnya terminologi-terminologi baru tersebut terjadi proses perubahan
paradigma hukum. Proses perubahan tersebut dilihat juga sebagai dampak
terjadinya perubahan secara sosial dan ekonomi yang dipicu oleh perkembangan
teknologi informasi.
PENDAHULUAN
Perkembangan
teknologi informasi ternyata telah berdampak pada terjadinya perubahan pada
tatanan masyarakat yang berbasiskan informasi, kreativitas intelektual dan ilmu
pengetahuan. Kondisi tersebut telah meningkatkan aktifitas sosial, budaya dan
ekonomi di dalam masyarakat, sehingga proses perubahan tersebut secara
insidentil maupun by design telah membentuk suatu perubahan tatanan
masyarakat baru. Proses perubahan tersebut kemudian tanpa disadari saat ini
telah membuat dunia memasuki suatu era informasi (information age) yang
telah menciptakan suatu masyarakat yang berorientasi pada informasi (information
society), dimana informasi sebagai kebutuhan tidak lagi dipandang sebagai
sebuah entitas pelengkap atau gaya hidup saja, namun sudah menjadi bagian dari
kehidupan yang membantu “proses kehidupan” tersebut menjadi lebih mudah.
Perubahan
bentuk masyarakat menjadi suatu masyarakat informasi memicu perkembangan teknologi
informasi menjadi kian pesat sehingga terciptalah perangkat-perangkat
informatika yang paling canggih dan jaringan sistem informasi yang kian rumit
dan handal, serta mampu memenuhi permintaan semua lapisan masyarakat. Beberapa
diantaranya ditandai dengan lahirnya produk-produk teknologi baru yang
memadukan kemampuan sistem informasi dan sistem komunikasi yang berbasiskan
sistem komputer yang selanjutnya terangkai dalam satu jaringan (network) sistem
elektronik yang selama ini dikenal dengan istilah international networking (internet).
Pesatnya perkembangan produk-produk teknologi baru tersebut pada akhirnya juga
menyulitkan pemisahan teknologi informasi, baik antara telekomunikasi, media
dan informatika merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi tersebut
menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan berbagai
aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis
layanan.
Suatu
masyarakat informasi tentunya dalam upaya untuk mencapai tujuannya sangat
memerlukan instrumen hukum sebagai
sebuah perangkat (tool) yang akan menjaga perubahan
tersebut agar dapat bekerja dengan
baik dan tertib. Baik perubahan maupun ketertiban merupakan tujuan kembar dari
masyarakat yang sedang membangun (dalam hal ini adalah masyarakat informasi),
sehingga hukum menjadi suatu sarana yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam
proses pembangunan khususnya di era konvergensi telematika yang saat ini
terjadi .
Dinamika
perubahan dalam konvergensi telematika tersebut tentunya akan “memaksa” hukum, baik
dari sisi perangkat peraturannya maupun dari sisi infrastruktur penegakan
hukumnya, untuk bisa beradaptasi dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi
dalam konvergensi di bidang teknologi telekomunikasi, media dan informatika
tersebut. Jika tidak mampu beradaptasi, maka perubahan-perubahan tersebut akan
menimbulkan beberapa permasalahan-permasalahan.
Kondisi
tersebut tentunya akan mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi dalam
paradigma hukum dan masyarakat, karena pemanfaatan yang luas dari adanya
konvergensi teknologi telekomunikasi, media dan informatika tidak saja
mempengaruhi aktifitas sosial, ekonomi dan teknologi informasi, namun juga
telah mengarah pada terbentuknya suatu paradigma hukum yang baru, di mana di
era globalisasi seperti sekarang ini mau tidak mau akan memaksa hukum menjadi
terkonvergensi agar sejalan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh
globalisasi.
Perubahan
paradigma hukum tersebut diantaranya adalah keberadaan asas-asas dan
prinsip-prinsip hukum yang berlaku yang selama ini dibatasi oleh paradigma
sektoral dan teritorial, kini seakan mengarah pada pola integrasi yang
“memaksa” keberlakuan suatu paradigma hukum baru secara gelobal dan lintas
sektoral akibat dari adanya proses globalisasi. Konsekwensinya, keberadaan fenomena
konvergensi telematika yang saat ini ada seakan telah memudarkan batasanbatasan
yang ada berikut lingkup perbedaannya di mana aturan-aturan hukum itu sendiri
juga seakan telah berevolusi seiring dengan arus modernisasi dan perkembangan
zaman.
METODE
PENELITIAN
Metode
penelitian yang dipilih dalam artikel ilimiah ini adalah metode penelitian
hukum, dengan menggunakan Pendekatan Konseptual (conceptual approach),
yaitu pendekatan ini beranjak dari teori-teori, pandangan-pandangan, dan
doktrin-doktrin yang berkembang baik di dalam ilmu hukum maupun ilmu-ilmu lain
yang terkait dengan obyek penelitian.
Bahan
penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah Bahan Hukum, yaitu terdiri
dari bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki tata urutan peraturan
perundangan dan bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terdiri dari:
putusan pengadilan, buku-buku hukum, disertasi atau hasil-hasil penelitian
hukum dan jurnal hukum atau artikel hukum yang diterbitkan di dalam maupun luar
negeri. Disamping itu juga digunakan Bahan Non Hukum, yaitu bahan penelitian
yang dipersiapkan untuk menambah, membandingkan, dan memperkaya analisis
terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bahan penelitian non
hukum ini terdiri dari buku-buku atau literatur, hasil-hasil penelitian
non-hukum, artikel-artikel maupun jurnal ilmiah yang berasal dari luar ilmu
hukum yang masih memiliki relevansi baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Selanjutnya analisis
bahan penelitian yang digunakan adalah dengan cara deskriptif analitis, yang
artinya memberikan penjelasan dan uraian secara sistematis dan komprehensif
atas hasil-hasil yang diperoleh dari bahan penelitian.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Konvergensi
telematika adalah fenomena yang tidak dapat dihindari di era globalisasi dan
perkembangan masif teknologi informasi, dengan hadirnya konvergensi telamtika,
dalam tataran sosiologis, telah mengalami perubahan signifikan pada tiga
dimensi pola interkasi sosial manusia, yaitu: perilaku manusia (human
action), interaksi antar-manusia (human interaction), dan hubungan
antar manusia (human relations). Perubahan pola interaksi tersebut
secara nyata ditunjukan dengan banyaknya hubungan dagang atau bisnis yang
dilakukan, baik yang dilakukan oleh negara, perusahaan maupun individu, saat
ini tanpa melalui pertemuan face to face (bertatap muka secara
langsung), tanpa kertas (paperless), serta melewati batas-batas
yurisdiksi teritorial hukum wilayah suatu negara.
Pola
interaksi sebagaimana telah dijelaskan di atas kemudian secara perlahan dan
bertahap memunculkan terminologi-terminologi hukum baru, seperti dokumen
elektronik, tandatangan elektronik (digital signature), informasi
elektronik, transaksi elektronik, sistem elektronik, kontrak elektronik,
sertifikat elektronik, penyelenggara sistem elektronik dan sebagainya.
Terminologi-terminologi
hukum baru tersebut dalam perkembangannya telah membentuk tanpa batas yang
didukung oleh proses serba instan, fleksibel, murah dan masif. Karakter seperti
ini akan menjadi tantangan baru bagi paradigma hukum yang saat ini eksis (baca:
tradisional). Misalnya, dalam transaksi kontrak melalui e-commerce,
identitas dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut sulit untuk
diverifikasi, karena kedua belah pihak tidak saling bertemu secara fisik,
melainkan hanya berinteraksi dan melakukan hubungan melalui media elektronik
yang dinamakan internet.
Pada lingkup sebagaimana dijelaskan
di atas, pergeseran paradigma hukum tradisional
sesungguhnya terjadi dalam beberapa
hal, yaitu a). Pergeseran dari karakter tertulis menjadi tidak tertulis; b).
Pergeseran dari wujud dokumen (paper) menjadi non dokumen (paperless);
dan c). Pergeseran dari karakter konvensional menjadi e-based. Sehingga,
dalam konteks kekinian, telah terjadi pergeseran paradigma hukum dari
tradisional ke paradigma hukum modern yang dipicu oleh proses konvergensi
telematika. Pergeseran paradigma hukum dari tradisional ke modern tersebut
merupakan wujud respon hukum yang cenderung berinteraksi dengan aspek-aspek di
luar hukum seperti ekonomi (bisnis dan perdagangan).
Dalam
konteks ekonomi, pergeseran tersebut menimbulkan perubahan-perubahan yang cukup
memberikan dampak yang luas, diantaranya adalah mengubah situasi pasar (marketplace),
termasuk mengubah cara masyarakat dalam menjalankan bisnis. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari hilangnya atau tergantikannya fungsi-fungsi
perantara tradisional, berkembangnya berbagai macam produk dan pasar baru,
terciptanya hubungan yang lebih dekat antara penjual dan konsumen, serta
meningkatnya fleksibilitas dan adaptabilitas di dalam organisasi atau
perusahaan. Serangkaian perubahan tersebut terjadi, akibat dari perdagangan
elektronik yang dilaksanakan melalui medium internet memiliki pengaruh cukup
besar dan telah tampil sebagai kekuatan pendorong (catalys effect).
Selanjutnya dapat dilihat dari semakin meningkatnya interaktivitas dalam
perekonomian. Artinya, jika selama ini interaktivitas lebih banyak terjadi
dengan cara pertunjukan-pertunjukan promosi yang dilakukan oleh perusahaan
secara langsung kepada calon konsumennya, maka dengan
hadirnya e-commerce terjadi
pergeseran sedemikian rupa, sehingga perusahaan-perusahaan, baik lokal maupun
global, cukup mempromosikan dirinya melalui media internet yang terkoneksi di
telepon seluluer, komputer portable, laptop hingga televisi, sehingga terjadi
interaktivitas yang semakin intens dan beragam antara individu-individu dengan
dunia secara luas.
Dalam
perkembangan selanjutnya, dimana perangkat yang digunakan untuk melakukan akses
atau interaktivitas tersebut juga mengalami pergeseran, yaitu dari perangkat Personal
Computer (PC) yang relatif mahal dan rumit berganti dengan
perangkat-perangkat lain yang lebih murah dan lebih mudah digunakan, seperti
laptop, telepon maupun perangkat-perangkat teknologi informasi lainnya.
Meningkatnya interaktivitas serta pergeseran perangkat yang dipergunakan ini,
secara luas masyarakat memiliki kemampuan yang semakin besar untuk
berkomunikasi dan bertransaksi kapan dan dimana pun. Intinya, komunikasi serta
transaksi tidak lagi harus terhambat oleh batas-batas ruang dan waktu.
Di
sisi yang lain juga akan meningkatkan keterbukaan dan transparansi dalam proses
bisnis. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perangkat teknologi informasi yang
digunakan sebagai media e-commerce membuka peluang bagi mitra-mitra
bisnis serta konsumen untuk lebih mudah mengakses berbagai informasi dan database.
Lebih dalam, dimana keterbukaan dan transparansi ini berkembang menjadi
strategi yang menentukan keberhasilan perusahaan-perusahaan bagi yang melakukan
bisnis e-commerce. Hal ini kemudian berimplikasi pada terjadinya
perubahan pada peran konsumen, yakni, konsumen tidak lagi hanya menjadi sasaran
atau target penjualan, melainkan konsumen juga berperan dan turut menentukan
proses desain serta penciptaan produk.
Yang
terakhir, e-commerce telah mengikis arti penting yang dimiliki oleh
ruang dan waktu. Berkurangnya arti penting waktu ini, antara lain tercermin
dari kecenderungan bahwa e-commerce dapat mempercepat siklus produksi,
memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan koordinasi lebih erat, serta
memungkinkan konsumen-konsumen dan perusahaan-perusahaan untuk melakukan
transaksi-transaksi bisnis selama 24 jam penuh.
Dalam
konteks sosial, proses konvergensi telematika dapat dilihat melalui proses
perubahan sosial, yang diantaranya terefleksikan dalam bentuk perubahan pola
perilaku masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat informasi.
Dengan adanya perubahan sosial tersebut menunjukkan bahwa proses konvergensi
telematika terjadi tidak dengan sendirinya (tidak independen dan tidak otonom).
Artinya adalah, proses konvergensi telematika hidup dan berkembang melalui proses
sosial, yaitu diciptakan, diserap dan dilembagakan oleh manusia (baik oleh
individu-individu, organisasi-organisasi, maupun oleh masyarakat) sebagai agen.
Sifat
tidak independen atau tidak otonom dalam proses konvergensi telematika tersebut
apabila dikaitkan dengan perubahan sosial maka menunjukkan bahwa konvergensi
telematika sebagai hasil olah pikir manusia hanyalah merupakan enabling
factor dan facilitating factor bagi terjadinya perubahan sosial,
termasuk perubahan pada cara manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
Perubahan sosial dalam proses konvergensi telematika tersebut kemudian
memfasilitasi terbentuknya struktur-struktur baru atau tatanan-tatanan baru
yang dalam hal ini adalah paradigma hukum baru.
Keyakinan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, faktor yang
berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab internal). Faktor internal
antara lain dapat disebutkan misalnya pertambahan penduduk atau berkurangnya
penduduk; penemuan-penemuan baru, termasuk penemuan di bidang teknologi
informasi; pertentangan atau konflik; serta karena terjadinya revolusi. Kedua,
faktor yang berasal dari luar masyarakat (sebab-sebab eksternal), antara lain
faktor perubahan tersebut mencakup sebab-sebab yang berasal dari lingkungan
alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan sebagainya. Ketiga,
aktor interkasi sosial dengan masyarakat yang lebih maju, yakni dimana suatu
masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakatmasyarakat lain atau telah
mempunyai sistem pendidikan yang maju. Keempat, faktor sistem lapisan
sosial yang terbuka, penduduk heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap
bidang kehidupan tertentu.
Responsifitas
hukum terhadap aspek-aspek di luar hukum sesungguhnya telah menunjukkan, bahwa
hukum tidak statis, melainkan dinamis. Buktinya, ketika hukum dalam proses
konvergensi telematika, terlebih dahulu hukum merespons implikasi-implikasi
dari hasil konvergensi telematika, dampak dari hasil proses konvergensi
telematika tersebut kemudian menimbulkan terminologi-terminologi baru dalam
ranah hukum, dari kemunculan terminologi-terminologi baru tersebut kemudian
memunculkan paradigma baru dalam pemikiran hukum. Dalam konteks inilah kemudian
hukum ikut menjadi dinamis. Berdasar uraian di atas melahirkan kesamaan
persepsi bahwa perubahan atau dinamisme pada hukum didahului oleh terjadinya
perubahan-perubahan pada masyarakat (perubahan sosial). Sehingga, dapat
diasumsikan bahwa respons atau dinamisme hukum terhadap proses konvergensi
telematika merupakan hasil dari perubahan sosial.
Masih
dalam proses perubahan sosial, berkembangnya proses konvergensi telematika
secara mendasar juga memberikan dampak perubahan budaya masyarakat dalam hal
pemanfaatan teknologi. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya aspek
kehidupan di masyarakat yang bersentuhan dengan aplikasi teknologi. Hal
tersebut kemudian memunculkan istilah-istilah baru dalam relasinya dengan
aktifitas kehidupan sosial masyarakat tersebut. Beberapa diantaranya adalah
istilah, seperti Electronic Government (E-Government) Electronic
Banking (E-Banking), Electronic Commerce (E-Commerce),
Electronic Contract (E-Contract), Electronic Procurement (EProcurement),
dan sebagainya.
Semakin
banyaknya aspek kehidupan di masyarakat yang bersentuhan dengan aplikasi
teknologi di sisi lain telah menyebabkan terbentuknya pola-pola perilaku yang
berbeda dari sebelumnya, termasuk dalam hal ini adalah perubahan atau
pergeseran dalam pola budaya hukum. Salah satu pergeseran tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pada saat ini maupun nantinya hukum akan berubah menjadi
sekadar informasi tentang peraturan yang jumlahnya berlimpah-limpah, sehingga
dibutuhkan para specialist yang menguasai informasi hukum. Dan ketika
itu, yang dibutuhkan adalah legal information engineers daripada dedicated
legal professionals.
2. Pelayanan hukum tidak lagi bersifat legal focus, melainkan
berkembang menjadi business focus. Pelayanan hukum yang tadinya bersifat
advokasi personal, One to one approach berubah menjadi one-to-many, dimana
seorang operator komputer, melalui jaringan internet, dapat langsung melayani
banyak orang sekaligus.
3. Proses pelayanan hukum juga tidak lagi bersifat problem
solving tetapi berubah menjadi pelayanan risiko, dimana setiap orang
diberdayakan untuk secara mandiri menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi.
4. Pelayanan hukum yang semula didasarkan atas time-based
billing, juga akan mengubah menjadi commodity pricing. Orang tidak
akan lagi membayar konsultasi berdasarkan hitungan jam, tetapi didasarkan atau
perhitungan komoditi layanan.
5. Selain itu, juga penting diperhatikan, karena makin kompleks
dan banyaknya jumlah aturan yang dikuasai, akan muncul kesadaran mengenai
pentingnya desiminasi dan sosialisasi hukum secara komprehensif dan berhasil
guna. Jika selama ini, hukum dianggap cukup jika telah disahkan, diundangkan
dan diterbitkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara sebagaimana mestinya,
maka di masa kini dan mendatang, akan makin dirasakan bahwa penerbitan suatu
peraturan (publication of law) lagi mencukupi. Makin berkembang
kesadaran bahwa dibutuhkan usaha nyata untuk menyebarluaskan peraturanperaturan
itu secara merata (promulgation of law), sehingga membantu proses
penyadaran menyangkut aturan-aturan barn tengah-tengah masyarakat dalam arti yang
seluas-luasnya.
6. Pelayanan hukum yang selama ini biasanya bersifat one-to-one
man approach juga akan berubah menjadi one to-many approach. Satu
orang yang menguasai informasi hukum melalui dukungan jaringan teknologi
informasi dapat memberikan pelayanan informasi hukum kepada banyak orang,
sehingga sifat pelayanan berubah dari reaktif (dalam rangka menjawab
pertanyaan yang diajukan) menjadi proaktif, tidak lagi tergantung kepada
pertanyaan yang muncul ataupun persoalan yang dihadapi.
7. Saat ini, dimana pelayanan hukum cenderung bersifat restriktif
(dalam arti membatasi layanan untuk kebutuhan yang terbatas bagi klien),
juga ke depan akan mengalami perubahan, dimana pelayanan hukum akan berubah
dari sifatnya yang cenderung restriktif itu menjadi pelayanan yang
memberdayakan klien (empowering). Dengan menggunakan jasa
teknologi informasi yang dioperasikan secara benar, seseorang atau sekelompok
orang atau bahkan banyak akan mendapatkan kesempatan memperluas pengetahuan dan
menguasanya akan informasi hukum yang dibutuhkan dan memungkinkannya untuk
mengatasi sendiri secara mandiri berbagai masalah hukum yang dihadapi.
8. Orientasi pelayanan hukum sekarang dapat dikatakan bersifat
mempertahankan dan melindungi diri (defensive). Dengan begitu, tugas
utama para pengacara (advokad) adalah menjadi pelindung dalam upaya
mempertahankan posisi hukum kliennya masing-masing, dan hal ini menjadikan
kedudukan jasa pelayanan hukum bersifat sangat defensif. Dalam perubahan di
masa yang akan datang, orientasi kerja jasa hukum akan makin pragmatis.
Kedudukan klien juga tidak terlalu banyak tergantung kepada peranan
pengacaranya yang selama sebagai patron. Di samping itu, persoalan-persoalan
yang timbul yang memerlukan pelayanan jasa hukum juga makin tergantung pada
soal-soal bisnis (business oriented), dari pada hanya berkisar pada
soal-soal yang bersifat sangat legalistik.
9. Dari segi prosesnya, pelayanan hukum tidak lagi berorientasi
pada pemecahan masalah, melainkan lebih bersifat pengelolaan risiko. Artinya,
risiko yang timbul karena terjadi permasalahan tidak lagi untuk dipecahkan,
tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya.
10. Di masa
depan, para pelayan hukum juga tidak lagi menyelesaikan sengketa, tetapi justru
menanggulangi potensi persengketaan. Oleh karena itu, apabila saat ini
masyarakat memerlukan publikasi-publikasi hukum (publication of law) yang
banyak dan luas dalam rangka pemasyarakatan hukum, di masa yang akan datang
yang lebih dibutuhkan orang adalah promulgation of law, yaitu
penyebarluasan informasi hukum. Kongkrinya promulgasi hukum adalah bahwa hukum
secara fisik merupakan informasi yang perlu disebarluaskan sebanyak mungkin
seluas mungkin, sedangkan dalam pengertian publikasi hukum terkandung maksud
yang lebih menekankan isi hukum, perlu dimasyarakatkan kepada publik.
Terhadap
perkembangan konvergensi telematika yang telah mendorong terjadinya perubahan
dalam paradigma hukum sebagaimana terurai di atas, setidaknya sistem hukum yang
dibangun harus mampu membaca dan merespon proses perubahan tersebut dengan
baik. Jika tidak, maka proses perubahan sosial yang didorong oleh revolusi
dalam bidang teknologi ini akan menghadapi kendala-kendala di dalam masyarakat.
Oleh sebab itu, setidaknya terdapat 3 (tiga) elemen kebutuhan penting dalam
merespon proses perubahan paradigma hukum tersebut, yaitu:
1.
Ketersediaan perangkat peraturan
perundang-undangan yang bersifat instrumental yang diharapkan memberikan
manfaat dan mendukung proses perkembangan teknologi.
2. Institusi
perancang kebijakan serta pembuat peraturan (regulator) dan mengawasi
pelaksanaannya (supervisor) serta mengendalikan para pihak yang terlibat dalam
dunia telematika sebagai elemen yang bersifat institutional. Peran
perancang kebijakan serta pengawasan ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun
lembaga otonom yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan.
3.
Elemen perilaku para penyedia dan
pengguna teknologi informasi. Elemen ini dapat dikontrol melalui perangkat
aturan yang tegas serta proses penegakan hukum yang kuat.
KESIMPULAN
Bagaimanapun,
proses konvergensi telematika merupakan sebuah proses keniscayaan yang
dampaknya mampu memicu perubahan-perubahan secara sosial, ekonomi hingga hukum.
Dalam konteks hukum, konvergensi telematika telah menciptakan terminologi-terminologi
hukum baru, dimana dari terminologi-terminologi baru tersebut akan menciptakan
suatu cara pandang atau paradigma hukum baru. Karena, jika konteks perkembangan
teknologi dilihat dalam perspektif yang lama (tradisional) maka hukum akan
tertinggal dan dalam perkembangannya akan memicu ketidaktertiban di dalam
masyarakat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar